Jumat, 14 Maret 2008

Perkenalan dan Tugas

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam jumpa buat semua mahasiswa uhamka yang mengambil mata kuliah PLH, khususnya prodi matematika yang mangambil kuliah di hari Sabtu. Untuk sabtu tanggal 15 Maret 2008, Saya, Gufron AMirullah, M.Pd tidak dapat hadir. Sebagai pengganti kehadiran saya, bacalah blog ini baik-baik. Selanjutnya jawablah pertanyaan sebagai berikut :
1. Mengapa mahasiswa matematika perlu mendapatkan mata kuliah PLH ?
2. Menurut Saudara, isu-isu lingkungan apa yang paling penting dipelajari pada mata kuliah PLH ini ?
3. Tuliskan keinginan dan harapan Saudara terhadapa mata kuliah ini ?
4. Apakh saudara setuju tentang keberadaan blog ini ?
5. Berilah saran dan masukan untuk blog www.plhuhamka.blogspot.com !

Terima kasih atas perhatian Saudara.

Dosen Pengampu,



Gufron Amirullah, M.Pd

Senin, 10 Maret 2008

PEMBELAJARAN lINGKUNGAN HIDUP

PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
MELALUI PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA SISWA


A. Latar Belakang

Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan kebutuhan pokok bagi semua warga masyarakat jika kita ingin tetap melestarikan kesejahteraan umat manusia. Tanpa kesadaran dan kepedulian terhadap kualitas dan kelestarian lingkungan niscaya kehidupan kita pada waktu mendatang akan menjadi semakin sulit. Masalah kelangkaan air bersih, makin minimnya ketersediaan energi, tanah longsor, banjir, polusi udara yang mengancam kesehatan manusia,dsb. Masalah-masalah tersebut, diakui atau tidak sangat terkait dengan kegagalan pengelolaan lingkungan hidup di masyarakat kita. Untuk mengantisipasi semakin parahnya persoalan dan dampak akibat pengelolaan lingkungan hidup yang kurang baik maka perlu adanya gerakan kesadaran dan kepedulian terhadap kualitas dan kelestarian lingkungan hidup. Melalui kesadaran dan kepedulian ini diharapkan akan terjadi perubahan perilaku masyarakat menuju masyarakat yang sadar dan peduli terhadap kualitas dan kelestarian lingkungan hidup.

Perubahan perilaku masyarakat menuju masyarakat yang sadar dan peduli terhadap kualitas dan kelestarian lingkungan perlu dilakukan melalui contoh nyata dari tokoh-tokoh panutan dan melalui pendidikan. Proses pendidikan lingkungan hidup perlu diberikan sejak dini, baik melalui pendidikan formal maupun informal, dan non formal. Dalam proses pendidikan, pemberian pengetahuan merupakan bagian awal dari pembentukan sikap dan perubahan perilaku agar peserta didik lebih peduli terhadap lingkungan yang ditandai dengan adanya: (a). Sikap positif terhadap kegiatan yang mendukung terwujudnya lingkungan yang lebih bersih, asri, nyaman melalui upaya minimisasi limbah, pemanfaatan dan daur ulang limbah;(b). Pemanfaatan sumber daya alam secara hemat, berdaya guna dan berkelanjutan maupun pengehematan energi; dan (c) kegiatan kebersihan lingkungan hidup, sehat lahir dan batin, dan keharmonisan di masyarakat.

Salah satu jalur Pendidikan Lingkungan Hidup adalah melalui pendidikan formal, yaitu pendidikan yang diselenggarkan di sekolah. Salah satu komponen utama dalam upaya pengembangan kemampuan, ketrampilan dan meningkatkan hasil belajar peserta didik (siswa) adalah guru. Guru mempunyai peran startegis dalam membangun perilaku siswa, baik dalam hal pengetahuan, sikap, dan tindakan ketrampilan siswa. Perubahan pengetahuan, sikap, dan tindakan dapat dilakukan terutama melalui contoh-contoh, panutan, kegiatan nyata yang dapat dicoba, dialami, dan diusahakan oleh siswa yang akan bermanfaat bagi kehidupan siswa itu sendiri maupun juga bagi lingkungannya.

Guru memiliki kesempatan yang luas dan peran yang penting dalam pembentukan perilaku peduli terhadap kualitas dan kelestarian lingkungan ini. Hal ini mengingat, pada saat ini kuantitas dan kualitas interaksi guru dan siswanya menjadi semakin intens. Secara kuantitatif, jumlah jam interaksi guru dan siswa makin banyak, tidak hanya dalam jam pelajaran intrakurikuler tetapi juga dalam jam ekstrakurikuler.Secara kualitas, mengingat semakin berkurangnya interaksi siswa dengan keluarganya, karena orangtua semakin sibuk dan semakin berkurang kesempatan berinteraksi dengan anak-anaknya, maka anak-anak (siswa) semakin membutuhkan peran guru sebagai pendamping dalam meniti kehidupan rnereka. Kondidsi inilah yang dapat menyebabkan guru memiliki peran strategis dalam mempengaruhi kehidupan para siswanya, termasuk di dalamnya pengaruh dalam pembentukan perilaku sadar dan peduli lingkungan. Beberapa persyaratan penting bagi guru agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam proses Pendidikan Lingkungan Hidup adalah: (a). Menguasai materi yang mendukung Pendidikan Lingkungan Hidup; (b). Mampu membuat Satuan Acuan Pembelajaran (SAP) sebagai wujud integrasi materi Pendidikan Lingkungan Hidup yang berpusat pada siswa (Student Centerd Learning); (c). Memahami dan dapat menerapkan metode/cara pembelajaran yang dapat mendorong perubahan perilaku sadar dan peduli lingkungan secara menarik, berhasil guna, dan sesuai materi maupun karakteristik sasaran, dan (d) Memahami dan mampu menerapkan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa dalam proses Pendidikan Lingkungan Hidup, sehingga siswa dapat membangun sendiri dan memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku sadar dan peduli terhadap lingkungan.

B. Pendidikan Lingkungan Hidup Melalui pembelajaran Berpusat Pada Siswa (Student Centered Learning)

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered} menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Melalui proses pembelajaran dengan keterlibatan aktif siswa ini berarti guru tidak mengambil hak anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitasi urtuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.

Pembelajaran yang inovatif dengan metode yang berpusat pada siswa (Student centerd learning) memiliki keragaman model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dari siswa. Metode-metode tersebut diantaranya adalah: (a). Berbagi informasi (Information Sharing) dengan cara: curah gagasan (brainstorm!ng), diskusi kelompok (group discussion), diskusi panel (panel discussion), simposium, dan seminar; (b). Belajar dari pengalaman (Experience Based) dengan cara: simulasi, bermain peran froleplay), permainan (game), dan kelompok temu ; (c). Pembelajaran melalui Pemecahan Masalah (Problem Solving Based) dengan cara: Studi kasus, tutorial, dan lokakarya.

Metode pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered Learning) kini dianggap lebih sesuai dengan kondisi eksternal masa kini yang menjadi tantangan bagi siswa untuk mampu mengambil keputusan secara efektif terhadap problematika yang dihadapinya. Melalui penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa maka siswa harus berpartisipasi secara aktif, selalu ditantang untuk memiliki daya kritis, mampu menganalisis dan dapat memeca.hkan masalah-masalahnya sendiri. Tantangan bagi guru sebagai pendamping pembelajaran siswa, untuk dapat menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa perlu memahami tentang konsep, pola pikir, filosofi, komitmen metode, dan strategi pembelajaran. Untuk menunjang kompetensi guru dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa maka diperlukan peningkatan pengetahuan, pemahaman, keahlian, dan ketrampilan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran berpusat pada siswa. Peran guru dalam pembelajar berpusat pada siswa bergeser dari semula menjadi pengajar (teacher) menjadi fasilitator. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitasi. Dalam hal ini adalah memfasilitasi proses pembelajaran siswa. Guru menjadi mitra pembelajaran yang berfungsi sebagai pendamping (guide on the side) bagi siswa.

Persiapan menjadi fasilitator memerlukan upaya khusus yang berkesinambungan. Selain bekal pengetahuan, juga diperlukan latihan-latihan yang terus menerus agar supaya pengetahuan itu menjadi ketrampilan. Ibarat orang membuat kue, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan bahan-bahan dan membaca resep, tetapi juga harus meramu sesuai resepnya, kemudian memasaknya. Bahkan kadang-kadang diperlukan cara yang berbeda, dan penambahan bahan-bahan dengan prosedur yang tepat sehingga dihasilkan kue yang lezat. Demikian pula menjadi fasilitator, selain persiapan pengetahuan, latihan-latihan, juga perlu pengalaman. Melalui pengalaman dan praktek menjadi fasilitator maka akan diperoleh tambahan bekal yang semakin banyak sehingga kita akan dapat menemukan sendiri cara yang tepat, efektif, dan efisien ddlam memfasilitasi proses pembelajaran siswa.

C. Prinsip-prinsip Psikologis Pembelajaran Berpusat Pada Siswa

Bekal bagi para guru untuk dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator salah satunya adalah memahami prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa. Ada lima (5) faktor yang penting diperhatikan dalam prinsip psikologis pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu: (a) Faktor Metakognitif dan kognitif yang menggambarkan bagaimana siswa berpikir dan mengingat, serta penggambaran faktor-faktor yang terlibat dalam proses pembentukan makna informasi dan pengalaman;(b) Faktor Afektif yang menggambarakan bagaimana keyakinan, emosi, dan motivasi mempengaruhi cara seseorang menerima situasi pembelajaran, seberapa banyak orang belajar, dan usaha yang mereka lakukan untuk mengikuti pembelajaran.Kondisi emosi seseorang, keyakinannya tentang kompetensi pribadinya, harapannya terhadap kesuksesan, minat pribadi, dan tujuan belajar, semua itu mempengaruhi bagaimana motivasi siswa untuk belajar; (c) Faktor Perkembangan yang menggambarkan bahwa kondisi fisik, intelektual, emosional, dan sosial dipengaruhi oleh faktor genetik yang unik dan faktor lingkungan; (d) Faktor Pribadi dan sosial yang menggambarkan bagaimana orang lain berperan dalam proses pembelajaran dan cara-cara orang belajar dalam kelompok. Prinsip ini mencerminkan bahwa dalam interaksi sosial, orang akan saling belajar dan dapat saling menolong melalui saling berbagi perspektif individual; (e). Faktor Perbedaan Individual yang menggambarkan bagaimana latar belakang individu yang unik dan kapasitas masing-masing berpengaruh dalam pembelajaran. Prinsip ini membantu menjelaskan mengapa individu mempelajari sesuatu yang berbeda, waktu yang berbeda, dan dengan cara-cara yang berbeda pula. Berikut akan diuraikan penjabaran masing-masing faktor.

a. Faktor Metakognitif dan Kognitif

Prinsip 1: Dasar proses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses alamiah untuk mencapai tujuan yang bermakna secara pribadi, bersifat aktif, dan melalui mediasi secara internal, merupakan proses pencarian dan pembentukan makna terhadap informasi dan pengalaman yang disaring melalui persepsi unik, pemikiran, dan perasaan peserta didik (siswa).

Prinsip 2: Tujuan proses pembelajaran. Siswa mencari untuk menciptakan makna, representasi pengetahuan melalui kuantitas dan kualitas data yang tersedia.

Prinsip 3: Pembentukan pengetahuan. Siswa mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang telah dimiliki melalui cara-cara yang unik dan penuh makna.

Prinsip 4: Pemikiran tingkat tinggi. Startegi tingkat tinggi untuk " Berikir tentang berpikir"- untuk memantau dan memonitor proses mental, memfasilitasi kreativitas dan berpikir kritis.

b. Faktor Afektif

Prinsip 5: Pengaruh motivasi dalam pembelajaran. Kedaiaman dan keluasan informasi diproses, serta apa dan seberapa banyak hal itu dipelajari dan diingat dipengaruhi oleh:(a).kesadaran diri dan keyakinan kontrol diri, kompetensi, dan kemampuan, (b).kejelasan nilai-nilai personal, minat, dan tujuan, (c) harapan pribadi terhadap kesuksesan dan kegagalan, (d). Afeksi, emosi, dan kondisi pikiran secara umum, dan (e) tingkat motivasi untuk belajar.

Prinsip 6: Motivasi intrinsik untuk belajar. Individu pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu dan menikmati pembelajaran, tetapi pemikiran dan emosi negatif (misalnya perasaan tidak aman, takut gagal, malu, ketakutan mendapat hukuman, atau pelabelan/stigmatisasi) dapat mengancam antusiasme mereka.

Prinsip 7: Karakteristik tugas-tugas pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi. Rasa ingin tahu, kreativitas, dan berpikir tingkat tinggi dapat distimuiasi melalui tugas-tugas yang relevan, otentik yang memiliki tingkat kesulitan dan kebaruan bagi masing-masing siswa.

c. Faktor Perkembangan

Prinsip 8: Kendala dan peluang perkembangan. Kemajuan individual dipengaruhi perkembangan fase-fase fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang merupakan fungsi genetis yang unik serta pengaruh faktor lingkungan.

d. Faktor Personal dan Sosial

Prinsip 9: Keberagaman sosial dan budaya. Pembelajaran difasilitasi oleh interaksi sosial dan komunikasi dengan crang lain melalui seting yang fieksibel, keberagaman ( usia, budaya, latar belakang keluarga, dsb) dan instruksional yang adaptif.

satu dengan yang lain sehingga mereka dapat saling mengetahui potensi, menghargai bakat-bakat unik dengan tulus, dan mereka saling dapat menerima sebagai individu.

e. Faktor Perbedaan Individu

Prinsip 11: Perbedaan individual dalam pembelajaran. Meskipun prinsisp-prinsip dasar pembelajaran, motivasi, dan instruksi afeksi berpengaruh terhadap semua siswa (termasuk suku, ras, jender, kemampuan fisik, agama, dan status sosial), siswa memiliki perbedaan kemampuan dan preferensi dalam model dan strategi pembelajaran. Perbedaan-perbedaan ini merupakan pengaruh dari lingkungan ( apa yang dipelajari dan dikomunikasikan dalam budaya dan kelompok sosial yang berbeda) dan keturunan (apa yang muncul sebagai fungsi genetis).

Prinsip 12: Filter kognitif. Keyakinan personal, pemikiran, dan pemahaman berasal dari pembelajaran dan interpretasi sebelumnya, hal ini dapat menjadi dasar individual dalam pembentukan reaiitas dan interpretasi pengalaman hidup.

D. Pengertian Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa (Learner Centered)

Pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran dengan menggunakan sepasang perspektif, yaitu fokus pada individu pembelajar (keturunan, pengalaman, perspektif, latar belakang, bakat, minat, kapasitas, dan kebutuhan) dengan fokus pada pembelajaran (pengetahuan yang paling baik tentang pembelajaran dan bagaimana hal itu timbul serta tentang praktek pengaiaran yang paling efektif dalam meningkatkan tingkat motivasi, pembelajaran, dan prestasi bagi semua pembelajar. Fokus ganda ini selanjutnya memberikan informasi dan dorongan pengambilan keputusan pendidikan. Perspektif yang berpusat pada siswa ini merupakan suatu refleksi dari duabelas (12) prinsip psikologis pembelajaran berpusat pada siswa dalam program, praktek, kebijakan, dan orang-orang yang mendukung pembelajaran untuk semua.

Berdasarkan prinsip dasar pembelajaran berpusat pada siswa, maka untuk memberikan gambaran yang jelas tentang perbedaan orientasi antara pembelajaran berpusat pada siswa dan pembelajaran yang tidak berpusat pada siswa, diciptakan dua profil yang berlawanan, yaitu (a). Profil guru dengan asumsi berpusat pada siswa, dan (b) Profil guru dengan asumsi tidak berpusat pada siswa.

a. Profil guru dengan asumsi berpusat pada siswa:

Semua siswa memiliki potensi untuk belajar. Dalam rangka untuk memaksimalkan pembelajaran, kita perlu membantu para siswa merasa nyaman mendiskusikan perasaan dan keyakinan mereka. Memperhatikan kebutuhan sosial, emosional, dan fisik para siswa merupakan hal yang sangat penting harus dimunculkan dalam pembelajaran. Membantu para siswa memahami bagaimana keyakinan mereka terhadap diri mereka sendiri mempengaruhi pembelajaran, hal ini sama pentingnya dengan membantu mereka dalam ketrampilan akademisnya. Para siswa memiliki kemampuan alamiah untuk memperoleh pembelajaran sendiri.

Ketika para guru merasa rileks dan nyaman dengan diri mereka sendiri, mereka memiliki akses untuk mencapai kebijaksanaan alamiah untuk mengatasi berbagai kesulitas di dalam kelas. Kemauan untuk berhubungan dengan masing-masing siswa merupakan suatu keunikan individual yang dapat memfasilitasi pembelajaran . Guru perlu mendukung para siswa untuk memperoleh minatnya masing-masing di sekolah dan mengkaitkan pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata mereka. Menerima siswa dimanapun berada akan membuat mereka lebih siap belajar. Guru memiliki keyakinan bahwa mereka mampu membuat suatu perbedaan dengan semua siswa. Melihat sesuatu dari sudut pandang siswa merupakan suatu kunci bagi kebaikan kinerja mereka di sekolah. Guru meyakini bahwa mendengarkan siswa merupakan salah satu cara menolong mereka menyelesaikan persolan mereka sendiri.

b. Profii guru dengan asumsi tidak berpusat pada siswa:

Guru berkeyakinan jika para siswa tidak dapat mengerjakan tugas dengan baik, mereka (para siswa) harus kembali ke dasar dan lebih banyak mengembangkan hafalan dan ketrampilan. Pekerjaan utama guru adalah membantu siswa memenuhi standart kurikulum. Membiarkan mereka berjalan sendiri merupakan satu hal yang tidak mungkin, karena kebanyakan siswa tidak dapat dipercaya untuk belajar apa yang seharusnya mereka ketahui.Jika guru tidak memberikan arah bagi siswa, maka siswa tidak akan mendapat sesuatu jawaban yang benar. Mengetahui bahan pelajaran dari guru merupakan kontribusi yang sangat penting, guru dapat membuat siswa belajar. Guru yang baik selalu mengetahui lebih banyak daripada siswanya. Banyak alasan yang kompleks mengapa para siswa berperilaku tidak tepat. Selain itu, guru tidak dapat mempengaruhi sesuatu yang terjadi di luar sekolah. Jika guru memberikan kontrol yang ketat pada para siswa, maka para siswa itu akan memperoleii banyak keuntungan dari guru. Agar supaya siswa mengnargai guru sebagai pengajar, maka sangat perlu mempertahankan peran guru sebagai figur yang otoriter.. Satu hal lag! yang paling penting, guru dapat mengajar para siswa bila mereka mengikuti aturan main dan mengerjakan seperti apa yang diharapkan di dalam kelas. Kemampuan bawaan itu sangat pasti dan beberapa siswa tidak dapat belajar sebaik siswa yang lainnya. Beberapa siswa hanya tidak ingin belajar. Guru seharusnya tidak banyak berharap dengan siswa yang secara terus menerus menimbulkan masalah di kelas. Gurulah yang paling tahu apa yang dibutuhkan oleh para siswa dan apa yang paling penting untuk para siswa. Para siswa seharusnya menggunakan kata-kata yang diajarkan oleh guru, hal itu akan menjadi relevan dengan kebutuhan dalam kehidupan siswa.

Kebanyakan guru tidak menujukkan karakteristik yang ekstrim pada satu profil, tetapi mereka memiliki atribut pada kedua profil tersebut. Jadi, atribut tersebut bersifat kontinum. Guru yang cenderung menunjukkan profil berpusat pada siswa umumnya mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan lebih baik dengan para siswa.Guru-guru ini cenderung tnementingkan apa yang ingin dipelsjari o!eh para siswa, termasuk dalam menentukan tujuan pembelajaran, dan mendorong siswa untuk belajar mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pembelajaran mereka, kadang secara individual dan kadang-kadang dalam kerjasama kelompok. Guru-guru ini lebih mampu menggambarkan bakat, kapasitas, dan kekuatan unik masing-masing siswa yang membawa dorongan untuk pencapaian pembelajaran. Guru yang berpusat pada siswa juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan tidak hanya intelektual siswa tetapi juga perkembangan sosial dan emosional dalam diri para siswa.

E. Karakteristik Guru pembelajaran Berpusat Pada Siswa

Guru-guru yang cenderung menggunakan pembelajaran berpusat pada siswa memiliki karakteritik umum yang menjadikan mereka menjadi guru-guru yang efektif. Secara umum, karakteristik guru-guru yang menggunakan pembelajaran berpusat pada siswa adalah:

a. Mengakui dan menghargai keunikan masing-masing siswa dengan cara mengakomodasi pemikiran siswa, gaya belajarnya, tingkat perkembangannya, kemampuan, bakat, persepsi diri, serta kebutuhan akademis dan non akademis siswa.

b. Memahami bahwa pembelajaran adalah suatu proses konstruktivis, oleh karena itu harus diyakinkan bahwa siswa diminta untuk mempelajari sesuatu yang relevan dan bermakna bagi diri mereka. Selain itu juga mencoba mengembangkan pengalaman belajar dimana siswa dapat secara aktif menciptakan dan membangun pengetahuannya sendiri serta mengkaitkan apa yang sudah diketahuinya dengan pengalaman yang diperoleh.

c. Menciptakan iklim pembelajaran yang positif dengan cara memberikan kesempatan pada siswa untuk berbicara dengannya secara personal, memahami siswa dengan sebaik-baiknya, menciptakan lingkungan yang nyaman dan menstimulasi bagi siswa, memberikan dukungan pada siswa,mengakui dan menghargai siswa.

d. Memulai pembelajaran dengan asumsi dasar bahwa semua siswa dengan kondisinya masing-masing bersedia untuk belajar dan ingin melakukan dengan sebaik-baiknya, serta memiliki minat intrinsik untuk memperkaya kehidupannya.

Guru-guru yang menggunakan pembelajaran yang berpusat pada siswa cenderung menciptakan lingkungan pembelajaran dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Suasana kelas yang hangat, mendukung. Dalam suasana ini, guru mengijinkan siswa untuk mengenalnya dan selanjutnya akan menyukainya. Kalau guru disukai oleh siswa, maka siswa akan bersedia bekerja keras untuk orang yang disukainya.

b. Para siswa diminta untuk hanya mengerjakan pekerjaan yang bermanfaat. Guru harus menjelaskan manfaat apa yang akan diperoleh siswa jika mereka mengerjakan apa yang diminta oleh guru. Informasi ini akan menjadi berguna jika secara langsung dikaitkan dengan ketrampilan hidup yang diperlukan siswa, sehingga siswa terdorong untuk melakukannya dan guru meyakini bahwa hal itu sungguh bermanfaat atau diperlukan oleh siswa ketika mereka nanti menjadi mahasiswa.

c. Para siswa selalu diminta untuk mengerjakan yang terbaik yang mereka dapat lakukan. Kondisi kualitas pekerjaan termasuk didalamnya adalah pengetahuan siswa tentang gurunya dan apa yang diharapkannya serta keyakinannya bahwa guru memberikan kepedulian untuk membantunya, keyakinan bahwa tugas yang diberikan guru itu selalu bermanfaat, keinginan yang kuat untuk berusaha dengan sekuatnya untuk mengerjakan tugasnya sebaik-baiknya, dan mengetahui bagaimana pekerjaannya itu akan dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya.

d. Para siswa diminta untuk mengevaluasi pekerjaannya. Evaluasi diri diperlukan untuk menilai kualitas pekerjaan yang telah dilakukan oleh para siswa, semua siswa harus mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan dievaluasi, berdasarkan hasil eveluasi itulah siswa tahu bagaimana kualitas pekerjaannya dapat ditingkatkan serta dapat mengulangi prosesnya sampai kualitas terbaik dapat dicapai.

e. Kualitas pekerjaan yang baik selalu menimbulkan perasaan senang. Para siswa merasa senang ketika mereka menghasilkan pekerjaan yang berkualitas baik, dan demikian pula dengan orangtuanya serta gurunya. Perasaan senang ini juga merupakan insentif untuk meningkatkan kualitas.

f. Pekerjaan yang berkualitas tidak pernah destruktif. Pekerjaan yang berkualitas tidak pernah dicapai melalui pekerjaan yang merusak seperti misalnya menggunakan Narkoba (meskipun kadang dirasa menimbulkan rasa senang) atau menyakiti orang lain, merusak lingkungan, dsb.

F. Metode-metode Pembelajaran Berpusat pada Siswa

Banyak metode pembelajaran yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi pembelajaran

yang berpusat pada siswa. Pada kesempatan ini akan diuraikan empat (4) macam metode SCL (Student Centered Learning), yaitu:

ü Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)

ü Collaborative Learning (Pembelajaran Kolaboratif)

ü Competitive Learning (Pembelajaran Kompetitif)

ü Case Based Learning (Pembelajaran berdasar Kasus)

a. Pembelajaran Kooperatif

1. Prinsip Pembelajaran Kooperatif:

a) Siswa belajar dari dan dengan teman-temannya

b) Siswa belajar bersama untuk mencapai suatu tujuan belajar tertentu

c) Guru membagi otoritas dengan para siswa

d) Siswa bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran yang dicapai

2. Prosedur Pembelajaran:

a) Guru menjelaskan topik yang akan dipelajari

b) Kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 5-7 orang

c) Guru membagi sub-sub topik kepada masing-masing kelompok, disertai dengan pertanyaan atau tugas-tugas yang berkaitan dengan masing-masing sub topik.

d) Guru meminta masing-masing kelompok mendiskusikan ,menjawab pertanyaan, atau mengerjakan tugas-tugas pada masing-masing sub topik

e) Guru meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi atau pekerjaannya dalam kelompok

f) Guru memfasilitasi pembahasan topik secara menyeluruh dalam kelas.

b. Pembelajaran Kolaboratif

1. Prinsip Pembelajaran Kolaboratif

a) Pembelajaran merupakan proses aktif. Siswa mengasimilasi informasi dan menghubungkannya dengan pengetahuan baru melalui kerangka acuan pengetahuan sebelumnya

b) Pembelajaran memerlukan suatu tantangan yang akan membuka wawasan para siswa untuk secara aktif berinteraksi dengan temannya.

c) Para siswa akan mendapatkan keuntungan lebih jika meraka saling berbagi pandangan yang berbeda dengan temannya.

d) Pembelajaran terjadi dalam lingkungan sosial yang memungkinkan terjadinya komunikasi. Melalui proses saling bertukar komunikasi ini, siswa mencipta kerangka pemikiran dan pemaknaan terhadap ha! yang dipelajari.

e) Dalam situasi pembelajaran kolaboratif, siswa ditantang baik secara sosial dan emosional ketika para siswa harus menghadapi perbedaan perspektif dan memerlukan suatu kemampuan untuk dapat mempertahankan ide-idenya.

f) Melalui pembelajaran kolaboiatif, para siswa belajar mencipta keunikan kerangka konseptual masing-masing. Siswa saling bertukar keyakinan yang berbeda, saling menanyakan kerangka acuan masing-masing, dan secara aktif terlibat dalam proses membentuk pengetahuan.

2. Prosedur Pembelajaran Kolaboratif

a) Guru menjelaskan topik yang akan dipelajari

b) Guru membagi kelas menjad: keiompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang

c) Guru membagikan lembar kasus yang terkait dengan topik yang dipelajari

d) Guru meminta masing-masing siswa membaca kasus yang telah dibagikan dan mengerjakan tugas yang terkait dengan persepsi dan solusi terhadap kasus

e) Guru meminta para siswa mendiskusikan hasil pekerjaannya dalam kelompok kecil masing-masing

f) Guru meminta masing-masing kelompok kecil mendiskusikan kesepakatan kelompok

g) Guru meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan meminta kelompok lain untuk membenkan tanggapannya.

c. Pembelajaran Kompetitif

1. Prinsip Pembelajaran Kompetftif

a) Memfasilitasi siswa saling berkompetisi dengan temannya untuk mencapai hasil terbaik ,

b) Kompetisi dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.

c) Kompetisi individual berarti siswa berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan membangun kerjasama kelompok untuk dapat mencapai prestasi tertinggi.

2. Prosedur Pembelajaran Kompetitif

a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

b) Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil, satu kelompok terdiri dari 5-7 orang

c) Guru menjelaskan prosedur tugas yang akan dikompetisikan dan standard penilaainya.

d) Guru memfasilitasi kelompok untuk dapat mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya.

e) Masing-masing kelompok menunjukkan kinerjanya

f) Guru memberikan penilaain terhadap kinerja kelompok berdasar standar kinerja yang telah dikemukakan.

d. Pembelajaran Berdasar Kasus

1. Prinsip Pembelajaran Berdasar Kasus

a) Memfasilitasi siswa menguasai konsep dan menerapkan konsep dalam praktek nyata.

b) Memfasilitasi siswa menganalisis kasus tidak hanya berdasarkan 'common sense', tetapi dapat menggunakan bekal pra'knowledge dan materi yang dipelajari

c) Memfasilitasi siswa umtuk berkomunikasi dan beragumentasi terhadap analisis suatu kasus

2. Prosedur Pembelajaran Berdasar Kasus

a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang akan digunakan

b) Guru meminta siswa mempelajari konsep dasar yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Siswa diminta membaca buku teks yang membahsa materi tersebut.

c) Guru membagikan lembar kasus yang telah dipersiapkan. Kasus yang disajikan harus relevan dengan tujuan dan materi pembelajaran.

d) Guru membagikan lembar pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa berkaitan dengan pembahasan kasus tersebut. Pertanyaan harus disusun sedemikian sehingga dapat menjadi panduan bagi siswa untuk dapat menganalisis kasus berdasarkan konsep dasar yang telah dipelajari.

e) Guru meminta masing-masing siswa mempresentasikan hasil analisis kasusnya. Siswa dan guru dapat memberikan tanggapan terhadap presentasinya.

f) Kompetisi individual berarti siswa berkompetisi dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan pencapaian prestasi sebelumnya. Kompetisi kelompok dilakukan dengan membangun kerjasama kelompok untuk dapat mencapai prestasi tertinggi.

2. Prosedur Pembelajaran Kompetitif

a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran

b) Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil, satu kelompok terdiri dar 5-7 orang

c) Guru menjelaskan prosedur tugas yang akan dikompetisikan dan standar penilainnya.

d) Guru memfasilitasi kelompok untuk dapat mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya.

e) Masing-masing kelompok menunjukkan kinerjanya

f) Guru memberikan penilaian terhadap kinerja kelompok berdasar standar kinerja yang telah dikemukakan.

d. Pembelajaran Berdasar Kasus

1. Prinsip Pembelajaran Berdasar Kasus

a) Memfasilitasi siswa menguasai konsep dan menerapkan konsep dalam praktik nyata.

b) Memfasilitasi siswa menganalisis kasus tidak hanya berdasarkan 'common sense’ tetapi dapat menggunakan bekal praknowledge dan materi yang dipelajari

c) Memfasilitasi siswa umtuk berkomunikasi dan beragumentasi terhadap suatu kasus

2. Prosedur Pembelajaran Berdasar Kasus

a) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan metode yang akan digunakan

b) Guru meminta siswa mempelajari konsep dasar yang berkaitan dengan pembelajaran. Siswa diminta membaca buku teks yang membahas materi

c) Guru membagikan lembar kasus yang telah dipersiapkan. Kasus yang harus relevan dengan tujuan dan materi pembelajaran.

d) Guru membagikan lembar pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa dengan pembahasan kasus tersebut. Pertanyaan harus disusun sehingga dapat menjadi panduan bagi siswa untuk dapat menganalisis berdasarkan konsep dasar yang telah dipelajari.

e) Guru meminta masing-masing siswa mempresentasikan hasil analisis. Siswa dan guru dapat memberikan tanggapan terhadap presentasi.

Pengantar PLH

PENGANTAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Latar Belakang

1. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di tingkat Internasional

Pada tahun 1975, sebuah iokakarya internasional tentang Pendidikan Lingkungan Hidup diadakan di Beograd, Jugoslavia. Pada pertemuan tersebut dihasilkan pernyataan antar negara peserta mengenai Pendidikan Lingkungan Hidup yang dikenal sebagai "The Belgrade Charter-a Global Framework for Environmental Education".

Secara ringkas tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup yang dirumuskan dalam Belgrade Charter tersebut di atas adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan di bidang ekonomi, sosial, politik serta ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

b. Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku, motivasi dan komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.

c. Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok- kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan hidup.

2. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di tingkat Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)

Program pengembangan pendidikan lingkungan bukan merupakan hal yang baru di lingkup ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN telah mengembangkan program dan kegiatan sejak\onferensi internasional Pendidikan Lingkungan Hidup pertama di Beograd tahun 1975. Sejak dikeluarkannya ASEAN Environmental Education Action Plan (AEEAP) 2000-2005, masing-masing negara anggota ASEAN perlu memiliki kerangka kerja untuk pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut aktif dalam merancang dan melaksanakan AEEAP 2000-2005 yang pada intinya merupakan tonggak sejarah yang penting dalam upaya kerjasama regional antar sesama negara anggota ASEAN dalam turut meningkatkan pelaksanaan pendidikan lingkungan di masing-masing negara anggota ASEAN.

3. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia

Di Indonesia perkembangan penyelenggaraan pendidikan lingkungan dimulai pada tahun 1975 di mana Institut Keguruan llmu Pendidikan (IKIP) Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan lingkungan dengan menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta pada periode tahun 1977/1978.

Pada tahun 1979 dibentuk dan berkembang Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Bersama dengan itu, mulai dikembangkan pendidikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh semua PSL di bawah koordinasi Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Meneg PPLH). Sampai tahun 2002, jumlah PSL yang menjadi anggota Badan Koordinasi Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) telah berkembang menjadi 87 PSL dan di samping itu berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta mulai mengembangkan dan membentuk program khusus pendidikan lingkungan, misalnya di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalarn sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hiduptelah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD,SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.

Prakarsa pengembangan pendidikan lingkungan juga dilakukan oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada tahun 1996/1997 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) yang beranggotakan LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2001 tercatat 76 anggota JPL yang bergerak dalarn pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.

4. Permasalahan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia

Dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup selama ini, dijumpai berbagai situasi permasalahan antara lain: rendahnya partisipasi masyarakat untuk berperan dalam Pendidikan Lingkungan Hidup yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap permasalahan pendidikan lingkungan yang ada, rendahnya tingkat kemampuan atau keterampilan dan rendahnya komitmen masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Di samping itu, pemahaman pelaku pendidikan terhadap pendidikan lingkungan yang masih terbatas menjadi kendala pula. Hal ini dapat dilihat dari persepsi para pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup yang sangat bervariasi. Kurangnya komitmen pelaku pendidikan juga mempengaruhi keberhasilan pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup. Dalam jalur pendidikan formal, masih ada kebijakan sekolah yang menganggap bahwa Pendidikan Lingkungan Hidup tidak begitu penting sehingga membatasi ruang dan kreativitas pendidik untuk mengajarkan Pendidikan Lingkungan Hidup secara komprehensif.

Materi dan metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang selama ini digunakan dirasakan belum memadai sehingga pemahaman kelompok sasaran mengenai pelestarian lingkungan hidup menjadi tidak utuh. Di samping itu, materi dan metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang tidak aplikatif kurang mendukung penyelesaian permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi di daerah masing-masing.

Sarana dan prasarana dalam Pendidikan Lingkungan Hidup juga memegang peranan penting. Namun demikian, umumnya hal ini belum mendapatkan perhatian yang cukup dari para pelaku. Pengertian terhadap sarana dan prasarana untuk Pendidikan Lingkungan Hidup seringkali disalahartikan sebagai sarana fisik yang berteknologi tinggi sehingga menjadi faktor penghambat tumbuhnya motivasi dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.

Hal lain yang menjadi faktor penghambat adalah kurangnya ketersediaan anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Kurangnya kemampuan Pemerintah untuk mengalokasikan dan meningkatkan anggaran pendidikan lingkungan jugamempengaruhi perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup tersebut. Selain itu, pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta tidak dapat maksimal karena terbatasnya dana/anggaran dan kemungkinan penggunaannya yang kurang efisien dan efektif.

Lemahnya koordinasi antar instansi terkait dan para pelaku pendidikan menyebabkan kurang berkembangnya Pendidikan Lingkungan Hidup. Hal ini terlihat dengan adanya gerakan Pendidikan Lingkungan Hidup (formal dan nonformal/informal) yang masih bersifat sporadis, tidak sinergis dan saling tumpang tindih.

Di samping itu, faktor penting yang sangat mempengaruhi kurang berkembangnya Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia adalah belum adanya kebijakan Pemerintah yang secara tertntegrasi mendukung perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia, seperti misalnya kebijakan yang dilakukan selama ini hanya bersifat bilateral dan lebih menekankan kerja sama antar instansi (contoh: MoU tahun 1996 antara Deparlemen Pendidikan dan Kebudayaandengan Kantor Menten Negara Lingkungan Hidup, dll), sementara di beberapa kabupaten/kota sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang secara spesifik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah Pendidikan Lingkungan Hidup.

Dari gambaran situasi permasalahan di alas, dapat disimpulkan bahwa kurang berkembangnya Pendidikan Lingkungan Hidup selama ini disebabkan oleh berbagai kelemahan pada:

1. kebijakan pendidikan nasional;

2. kebijakan pendidikan daerah;

3. unit pendidikan (sekolah-sekolah) untuk mengadopsi dan menjalankan perubahan sistem pendidikan yang dijalankan menuju Pendidikan Lingkungan Hidup;

4. masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat, dan dewan perwakilan rakyat untuk mengerti dan ikut rnendorong terwujudnya Pendidikan Lingkungan Hidup;

5. proses-proses komunikasi dan diskusi intensif yang memungkinkan terjadinya transfer nilai dan pengetahuan gunapembaruan kebijakan pendidikan yang ada.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka untuk kepentingan perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia pada masa yang akan datang, perlu disusun suatu kebijakan nasional Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia untuk dijadikan acuan bagi semua pihak terkait bagi pelaksanaan dan pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.

B. Pengertian dan Definisi

  1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara;
  2. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain;
  3. Pendidikan Lingkungan Hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
  4. Pendidikan Lingkungan Hidup Formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri);
  5. Pendidikan Lingkungan Hidup nonformal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (misalnya pelatihan AMDAL, ISO 14000, Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PPNS);
  6. Pendidikan Lingkungan Hidup informal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah dan dilaksanakan tidak terstruktur maupun tidak berjenjang;
  7. Kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup adalah seluruh lapisan masyarakat yang meliputi pelaku, penyelenggara dan pelaksana Pendidikan Lingkungan Hidup, baik di jalur formal, nonformal dan informal.

C. VISI DAN MISI

1. Visi

Visi Pendidikan Lingkungan Hidup:

Terwujudnya manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Pada hakikatnya visi ini bertitik tolak dari latar belakang permasalahan Pendidikan Lingkungan Hidup yang ada selama ini dan sejaian dengan fiiosofi pembangunan berkeianjutan yang menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan fungsi lingkungan dan daya dukung ekosistem.

2. Misi

Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka ditetapkan misi yang harus dilaksanakan, yaitu:

1. Mengembangkan kebijakan pendidikan nasional yang berparadigma lingkungan hidup;

2. Mengembangkan kapasitas kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup di pusat dan daerah;

3. Meningkatkan akses informasi Pendidikan Lingkungan Hidup secara merata;

4. Meningkatkan sinergi antar pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup.

D. TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP KEBIJAKAN

1. Tujuan

Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup:

Mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.

Sesuai dengan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup, maka kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia disusun untuk menciptakan iklim yang mendorong semua pihak agar berperan dalam pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup untuk pelestarian lingkungan hidup.

2. Sasaran

Sasaran kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup adalah:

a. terlaksananya Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan sehingga dapat tercipta kepeduiian dan komitmen masyarakat dalam turut melindungi, melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan

b. tercakupnya seluruh kelompok masyarakat, baik di perdesaan dan perkotaan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan di seluruh wilayah Indonesia sehingga tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud dengan baik.

3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup meliputi hal-hal

sebagai berikut:

a. Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup melalui jalur formal, nonformal

b. dan jalur informal oleh seluruh stakeholder.

c. Pengembangan berbagai aspek yang meliputi: a) kelembagaan, b) SDM selaku pelaku/pelaksana maupun selaku objek Pendidikan Lingkungan Hidup, c) sarana dan prasarana, d) pendanaan, e) materi, f) komunikasi dan informasi, g) peran serta masyarakat, dan h) metode pelaksanaan.

E. KEBIJAKAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

a. Landasan Kebijakan

Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup disusun berdasarkan:

1. UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

2. UU No.22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

3. UU No. 25Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusatdan Daerah;

4. UU No.25Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional;

5. UU No. 20Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiona!;

6. Keputusan Bersama Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15Tahun 1991 dan Nomor 38Tahun 1991; tentang Peningkatan Pemasyarakatan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Melalui Jalur Agama.

7. Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 0142/U/1996 dan Nomor KEP:89/MENLH/5/1996 tentang Pemb'maan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup;

8. Naskah Kerjasama antara Pusat Pengembangan Penataran GuruTeknologi Malang sebagai Pusat Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup Nasional untuk Sekolah Menengah Kejuruan dan Direktorat Pengembangan Kelembagaan/Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 218/C19ATT/1996 dan Nomor B-1648/I/06/96 tentang Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Sekolah Menengah Kejuruan.

9. Piagam Kerjasama Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Menteri Dalam Negeri Nomor 05/MENLH/8/1998 dan*Nomor 119/1922/SJ tentang Kegiatan Akademik dan Non Akademik di Bidang Lingkungan Hidup;

10. Komitmen-komitmen Internasional yang berkaitan dengan Pendidikan Lingkungan Hidup.

b. Kebijakan Umum

Kebijakan umum Pendidikan Lingkungan Hidup terdiri dari:

1. Kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup menjadi wadah/ sarana menciptakan perubahan perilaku manusia yang berbudaya lingkungan

Selama ini pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan masih banyak menghadapi berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan sangat krusial adalah beium optimalnya kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia sebagai wadah yang ideal dan efektif dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan. Kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang ideal dan efektif tersebut perlu memperhatikan berbagai aspek yang meliputi antara lain adanya:

a. kebijakan pemerintah pusat, daerah dan komitmen seluruh stakeholder yang mendukung pengembangan Pendidikan

b. Lingkungan Hidup,

c. jejaring dan kerjasama antar lembaga pelaksana PendidikanLingkungan Hidup,

d. mekanisme kelembagaan yang jelas yang meliputi tugas, fungsi dan tanggungjawab masing-masing pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup, dan

d. sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.

2. Sumber daya manusia Pendidikan Lingkungan Hidup yang berkualitas dan berbudaya lingkungan

Berhasil tidaknya pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan ditentukan antara lain oleh kualitas dan kuantitas pelaku

dan kelompok sasaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelakuPendidikan Lingkungan Hidup (misainya: guru, pengajar, fasililator) diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap dan berperilaku serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pelestarianfungsi lingkungan hidup di sekitarnya.

3. Sarana dan prasarana Pendidikan Lingkungan Hidup sesuai

dengan kebutuhan

Agar proses belajar-mengajar dalam Pendidikan Lingkungan Hidup dapat berjalan dengan baik, perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi antara lain: laboratorium, perpustakaan, ruangkelas, peralatan belajar-mengajar. Di samping itu, dalam melaKsanakan Pendidikan Lingkungan Hidup, alam dapat digunakan sebagai sarana pengetahuan.

4. Pengalokasian dan pemanfaatan anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang efisien dan efektif

Penyelenggaraan Pendidikan Lingkungan Hidup perlu didukung pendanaan yang memadai. Pendanaan dan pengalokasian anggaran bagi pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup tersebut sangat bergantung kepada komitmen pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup di semua tingkatan, baik pusat dan daerah. Agar Pendidikan Lingkungan Hidup dapat dilaksanakan dengan baik perlu adanya komitmen semua pihak dalam pengalokasian anggaran yang memadai dan penggunaan anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang efisien dan efektif.

5. Materi Pendidikan Lingkungan Hidup yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, komprehensif dan aplikatif

Penyusunan materi Pendidikan Lingkungan Hidup harus mengacu pada tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu, materi Pendidikan Lingkungan Hidup perlu dipersiapkan secara matang dengan mengintegrasikan pengetahuan lingkungan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, dan disusun secara komprehensif, serta mudah diaplikasikan kepada seluruh kelompok sasaran.

6. Informasi yang berkualitas dan mudah diakses sebagai dasar komunikasi yang efektif

Kualitas informasi tentang Pendidikan Lingkungan Hidup perlu terus dibangun dan dijamin ketersediaannya agar setiap orang mudah mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang berkualitas dapat digunakan untuk pelaksanaan komunikasi efektif antar pelaku dan kelompok sasaran serta bagi pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.

7. Keterlibatan dan ketersediaan ruang bagi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pendidikan Lingkungan Hidup

Keterlibatan masyarakat diperlukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pendidikan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu, pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup perlu memberikan peran yang jelas bagi keterlibatan masyarakat tersebut.

8. Metode Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis kompetensi

Metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan hal yang penting dan sangat berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang baik (berbasis kompetensi dan aplikatif), dapat meningkatkan kualitas Pendidikan Lingkungan Hidup sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan.

C. Strategi Pelaksanaan

Strategi pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan penjabaran kebijakan umum yang tertuang dalam butir B di atas. Strategi ini memberikan kerangka umum untuk mewujudkan cita-cita pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia, sehingga dapat diciptakan manusia Indonesia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap nasib lingkungan hidup kita serta dapat turut bertanggung jawab aktif dalam upaya pelestarian lingkungan hidup di sekitar kita.

Strategi-strategi ini saling berkait satu dengan lainnya, namun demikian hal ini tidak berarti strategi-strategi harus menjadi satu kesatuan yang berurutan, sehingga dalam pelaksanaan strategi tersebut tidak perlu dilaksanakan secara seri berdasarkan urutan strategi yang ada.

Strategi Pelaksanaan ini meliputi:

1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang ditujukan untuk:

a. mendorong pembentukan, penguatan dan pengembangan

(revitalisasi) kapasitas kelembagaan PLH,

b. mendorong tersusunnya kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup di tingkat Pusat dan Daerah,

c. memperkuat koordinasi dan jaringan kerja sama pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup,

d. membangun komitmen bersama untuk PLH (termasuk komitmen pendanaan),dan

e. mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi

pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.

2. Meningkatkan kualitas dan kemampuan (kompetensi) SDM PLH, baik pelaku maupun kelompok sasaran Pendidikan Lingkungan Hidup sedini mungkin melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif

Mengembangkan kualitas SDM Masyarakat, yang meliputi guru, murid sekolah, aparatur pemerintah, para ulama serta seluruh lapisan masyarakat sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh harus dilakukan melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif. Upaya ini harus dilakukan oleh seluruh komponen bangsa sehingga generasi muda, subjek dan objek pendidikan lingkungan dapat berkembang secara optimal. Selain itu, peningkatan kemampuan SDM di bidang lingkungan hidup dalam profesionalitas (kompetensi) tenaga pendidik, dan peningkatan kuaiitas masyarakat dan peningkatan kuaiitas SDM pada tingkat pengambil keputusan (birokrat) menjadi hal yang penting dilakukan juga dalam rangka pengembangan kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup.

3. Mengoptimalkan sarana dan prasarana Pendidikan Lingkungan Hidup yang dapat mendukung terciptanya proses pembelajaran yang efisien dan efektif

Dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana Pendidikan Lingkungan Hidup dapat mendukung terciptanya tempat yang menyenangkan untuk belajar, berprestasi, berkreasi dan berkomunikasi. Optimalisasi sarana dan prasarana ini dapat dilakukan dengan menggunakan perpustakaan, laboratorium, alat peraga, alam sekitardan sarana lainnya sebagai sumber pengetahuan.

4. Meningkatkan dan memanfaatkan anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup dan mendorong partisipasi publik serta meningkatkan kerja sama regional, internasional untuk penggalangan pendanaan PLH

Meningkatkan pendanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang memadai khususnya pada instansi yang melaksanakan Pendidikan Lingkungan Hidup diharapkan dapat memacu perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan khususnya Pendidikan Lingkungan Hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dalam menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas. Saat ini anggaran pendidikan khususnya pendidikan lingkungan masih sangat minim, walaupun di dalam Amendemen DUD 1945, pagu anggaran pendidikan telah ditetapkan minimum sebesar 20% dari seluruh APBN. Di samping itu, sumber pendanaan Pendidikan Lingkungan Hidup dapat digalang dari masyarakat, baik lokal, regional maupun internasional.

5. Menyiapkan dan menyediakan materi Pendidikan Lingkungan Hidup yang berbasis kearifan tradisional dan isu lokal, modern serta global sesuai dengan kelompok sasaran PLH serta mengintegrasikan materi Pendidikan Lingkungan Hidup ke dalam kurikulum lembaga pendidikan formal

Penyusunan materi PLH harus mengacu pada tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu materi Pendidikan Lingkungan Hidup yang berbasis kearifan tradisional dan isu lokal, modern serta global harus disesuaikan dengan kelompok sasaran PLH.

6. Meningkatkan informasi yang berkualitas dan mudah diakses dengan mendorong pemanfaatan teknologi

Dalam meningkatkan informasi yang berkualitas, pemanfaatan teknologi perlu terus diupayakan sehingga pengembangan pendidikan lingkungan dapat berhasil guna dan berdaya guna serta sekaligus dapat memberikan akses kepada masyarakat terhadap informasi tentang Pendidikan Lingkungan Hidup.

7. Mendorong ketersediaan ruang partisipasi bagi masyarakat dalam penyelenggaraan dat\pengendalian mutu pelayanan Pendidikan Lingkungan Hidup

Peningkatan peran serta masyarakat dibidang Pendidikan Lingkungan Hidup meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (Pasal 54, UU No. 20Tahun2003) perlu terusdigalakkan. Selain itu, penyediaan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi akan menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.

8. Mengembangkan metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang berbasis kompetensi dan partisipatif

Metode peiaksanaan pendidikan lingkungan adalah hal yang sangat penting dan sangat berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan dalam Pendidikan Lingkungan Hidup ditujukan pada pengembangan berbagai metode penyampaian Pendidikan Lingkungan Hidup (antara lain melalui Joyful Learning Process) pada setiap jenjang pendidikan dan pengembangan berbagai metode partisipatif tentang Pendidikan Lingkungan Hidup.